header hapsari adiningrum

Talkshow KBR Gaung Kusta Di Udara, Tepis Mitos Tentang Kusta

6 komentar

 


Assalamualaikum…Halo, apa kabar teman-teman, semoga sehat selalu ya.

Kusta, Apa Sih Yang Pertama Kali terlintas

Kusta. Jika saya menuliskan satu kata itu, apa sih yang pertama kali terlintas dalam pikiran teman-teman?. Aku dulu ya, jujur pertama kali dengar dan lihat penyakit ini melalui iklan layanan masyarakat di televisi sekitar 20 tahun yang lalu. Saat itu saya duduk di bangku sekolah dasar dan melihat iklan layanan masyarakat yang memperlihat orang dengan penyakit kusta.  Beberapa bagian tubuhnya bahkan sudah ada yang hilang. Kata -kata yang masih teringat adalah “kusta bukan penyakit kutukan”

Kusta bukanlah penyakit kutukan, penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Namun selama puluhan tahun hingga saat ini dimana jaman serba canggih, hoaks tentang kesehatan termasuk kusta masih saja beredar di kalangan masyarakat. Sedih ya ketika informasi berputar sangat cepat  di era digital namun makin besar pula hoax juga beredar luas. Namun, jangan khawatir masih ada kok media yang dapat mengimbanginya dengan memberikan informasi yang benar dan terpercaya yaitu KBR (Kantor Berita Radio) radio yang memberikan konten berita dan mengangkat isu-isu marginal.

Talkshow KBR Gaung Kusta di Udara

KBR dalam rangka hari radio nasional yang jatuh pada tanggal 11 September lalu melaksanakan talkshow dengan tema Gaung Kusta di Udara. Acara ini menghadirkan dua narasumber yaitu

1.       dr. Febrina Sugianto selaku Junior Technical Advisor NLR Indonesia

      2.       Malika selaku Manager Program dan Podcast KBR

Kusta di Indonesia

Menurut dr. Febrina Suganto, kasus kusta di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2019 sebanyaj 17.400 menjadi sebanyak 16.700 kasus pada 2020. Apakah ini merupakan kabar baik atau kabar buruk?. Ini benar ada penurunan kasus atau screening yang dilakukan tidak dilakukan karena adanya pandemic.

Di Indonesia kata dr. Febrina lebih lanjut ada eleminasi di 26 propinsi namun beberapa kasus di luar Jawa belum ada penurunan kasus penyakit kusta. Hal ini disebabkan karena Indonesia terdiri dari ribuan kepulauan dan sosial demografs yang beraneka ragam sehingga butuh effort yang sangat besar untuk menggapainya.  Selain hal ini juga adanya stigma di masyarakat.

dr, Febriana memberikan keterangan lebih lanjut bahwa ada 2 jenis PB dan MB, yaitu Pausi Basiler dan Multi Basiler.

PB disebut juga kusta kering dengan ciri-ciri

-          Lessi atau bercak lebih sedikit yaitu 1-5

-          Hipopigmentasi atau ada bagian kulit yang lebih cerah

-          Lessi mengalami mati rasa atau tidak terasa jika disentuh

MB memiliki ciri-ciri

-          Lessi atau bercak dengan jumlah lebih banyak, bisa lebih dari lima dan tersebar di beberapa bagian tubuh seperti punggung, wajah, tangan. Lessi pada MB ini juga simetris atau rata pada bagian kanan dan kiri tubuh

-          Menuebabkan fungsi saraf terganggy pada bagian kanan dan kiri tubuh

-          Mati rasa, jika disentuh tidak terasa.

 

Menurut Mbak Malika dari KBR, radio sama seperti media lainnya yang bisa membentuk opini masyarakat sehingga hoax tentang kesehatan yang selama ini beredar bisa ditepis, salah satunya dengan talkshow yang dilakukan saat ini. Radio nggak hanya berisi tentang hiburan saja. Radio juga bisa menyampaikan banyak pemikiran, pendapatan dan bisa untuk wadah pengambilan kebijakan publik. Radio bisa menjadi corong bagi masyarakat

Mitos atau hoax seputar Kusta


1.       dr. Febrina memberikan penjelasan dengan sangat baik dan mudah dipahami, Beliau memberikan penjelasan lebih lanjut tentanf mitos atau hoax  tentang kusta yang sudah banyak beredar di masyarakat.

Kusta penyakit kutukan atau dosa yang dilakukan pada masa lalu

 Kusta menular dengan sentuhan

Kusta dikarenakan kurang menjaga kebersihan

Kusta tidak bisa disembuhan.

Efek mitos ini tentu saja berakibat sangat buruk untuk penderita kusta karena jika kutukan pada penderita kusta tidak bisa mencari pengobatan dan ada perasaan malu untuk mencari pertolongan. Sebuah komunitas bahkan ada yang mengucilkan penderita kusta karena penderita kusta ini dianggap membawa kesialan.

Efek mitos kusta dapat menular dengan sentuhan berakibat penderita tidak mau mendapatkan pengobatan. Penderita maupun keluarga dekat yang merawat tidak mau berada dalam satu ruangan. Padahal ini tidak benar, penderita butuh support untuk proses pengobatannya dan bukan masalah jika bersentuhan atau dalam satu ruangan yang sama.

Hoaks yang fatal yaitu kusta tidak dapat disembuhkan dimana penderita merasa percuma saja minum obat jika tidak bisa sembuh.

Kusta bisa diobati

Pengobatan kusta yang digunakan adalah MDT atau multi drug therapi yang merupakan kombinasi obat . MDT bentuknya glacier atau 1 sachet yang isinya beberapa  obat dan diminum setiap hari. Pengobatan kusta ini bisa  selama 6-8 bulan ada juga yang perlu pengobatan 16-18 bulan.

Semoga dengan adanya talkshow dan tulisan bisa membuka wacana kita tentang kusta. Jangan lagi ada hoax yang mengatakan jika kusta adalah penyakit kutukan dan tidak bisa disembuhkan. Yuk kita support agar penderita kusta bisa menerima pengobatan dan bisa sembuh.

 

 

 

Hapsari Adiningrum
Melihat Arfa kecilku tumbuh berkembang dimana aku adalah saksi pertamanya adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidup. Arbaca adalah segalanya, namun PemilikNya lebih utama. Memiliki tiga buah hati dan berharap dapat membersamai mereka hingga dewasa. Seorang ibu yang ingin selalu belajar tentang apapun sampai kapanpun.

Related Posts

There is no other posts in this category.

6 komentar

  1. Udah nggak familiar sama penyakit kusta. Ternyata masih ada, ya. Semoga daerah2 lain bisa segera mengeliminasi kusta 🤗

    BalasHapus
  2. Semoga dg makin seringnya sosialisasi ttg kusta ini, tak ads lagi stigma dsn diskrimunasi bagi OYPMK ya mba..

    BalasHapus
  3. Hoax2 yg berseliweran ni yg bikin sebagian dari kita makin menjauhi orang dengan penyakit kusta ya mbak. Acara kaya gini harus sering2 dibuat supaya masyarakat makin melek soal kusta dan ga berpikiran buruk trs sama mereka ya

    BalasHapus
  4. Di Lombok, ada satu daerah yg jadi pusat perawatan pasien kusta.
    Wah, jaman dulu, orang tua sering bilang yg begitu begini ttg kusta.
    Sekarang, daerahnya sudah sering dikunjungi, karena ada spot pantainya yg cantik

    BalasHapus
  5. Persepsi salah tentang kusta yang beredar di masyarakat bisa memberikan dampak negatif pada penderitanya. Bisa saja mereka jadi nggak pede, tidak mau berobat, sehingga angka penderita kusta tak berkurang di Indonesia.

    BalasHapus
  6. Ooh jadi kusta tidak menular dengan sentuhan ya. Aku baru tau juga mba. Soalnya kalo sakit kulit kan banyak yg bilang ga boleh tersentuh ya.

    BalasHapus

Posting Komentar