header hapsari adiningrum

Tentang Tetangga Depan Rumah



Pintu tetangga depan rumahku, sudah beberapa hari ini tertutup rapat. Sudah empat minggu tepatnya, hanya sesekali terbuka dengan kedatangan pemiliknya, itupun tak sampai setengah jam. Aku merasa sangat merasakan perbedaan suasana. Jika setiap hari pagi aku bisa mendengarkan sapaan ramah ibu tetangga saat akan mengantarkan putra putrinya berangkat sekolah, sekarang tidak pernah lagi. Putra bungsu kesayangannya sudah hampir empat minggu ini terbaring di rumah sakit. Berawal dari demam, yang kemudian mengakibatkan kejang dan mengenai syaraf putranya.
Aku turut merasakan duka mereka, atas sakit yang menimpa putra mereka yang juga seumuran dengan anak pertamaku. Bagiku, tetangga depan rumah bukan hanya sekedar orang asing yang kebetulan tempat tinggalnya berdekatan dengan rumahku. Bagiku, mereka seperti saudara dekat. Masih teringat jelas dalam ingatanku tentang kebaikkan, kepedulian dan perhatian mereka saat almarhum suami meninggal. Aku pikir saat itu, wajar saja karena itu bentuk kewajiban untuk saling menolong saat yang lainnya tertimpa musibah. Waktu berjalan, dan tak sedikitpun kebaikkan dan kepedulian mereka berkurang.
Tak terhitung lagi jumlahnya apa saja yang pernah mereka berikan untukku dan anak-anakku. Jika membuat jus jambu merah selalu saja anak-anakku juga mendapatkan bagiannya. Masakkan sehari-hari juga tak jarang mereka hantarkan untukku. Dari sop ayam, mihun, botok telur asin, garang asem dan tahu bacem yang menjadi kesukaaan neneknya anak-anak. Yang aku ingat, saat anakku mendapatkan sebuah jajanan dari putranya, aku merasakan mataku memanas dan terharu. Mungkin ini yang disebut ketulusan. Apa yang dari hati akan sampai ke hati.
Jika aku mempunyai hajat seperti pengajian dan tasyakuran khitan putraku yang pertama, ibu tetangga depan rumah, yang menjadi andalanku. Usaha katering rumahannya memang belum setenar usaha katering yang lainnya, namun aku sudah cocok dengan masakkan beliau. Maka beliau hanya menghitung bahan-bahan yang dibeli saja. Untuk tenaga yang telah dikerahkannya, free alias gratis. Berulang kali aku memohon untuk menyamakan dengan harga yang sama jika orang lain yang memesan, tapi beliau selalu menolak dan hanya mau menerima uang yang sudah dibelanjakan saja untuk membeli bahan-bahan masakan. Barangkali ini adalah cara sedekah beliau untukku. Bahkan saat putra kesayangannya sedang terbaring sakit di rumah sakit, tetangga depan rumah masih saja memberikan apa yang mereka miliki untuk anak-anakku.
Sungguh, mempunyai tetangga seperti beliau adalah berkah untukku. Kita dapat memilih teman, namun tak dapat memilih tetangga. Tetangga adalah saudara yang paling dekat juga sudah aku rasakan walaupun kami terhitung baru 3 tahun ini tinggal di perumahan yang sama. Dalam sebuah hadis disebutkan “ Barangsiapa yang beriman kepada hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya”. Sungguh tetangga bukan sekedar orang lain di sekitar kita, namun orang yang kita muliakan. Dalam ajaran Rasulullah juga disampaikan jika sedang membuat masakkan hendaknya menambah kuahnya untuk dibagikan kepada tetangga sekitar.
Pintu tetangga depan rumah sudah beberapa hari tertutup rapat. Aku berdoa dan berharap pintu itu akan segera terbuka kembali. Keempat anggota keluarga berkumpul kembali dalam keadaan sehat dan tak kekurangan sesuatu apapun. Keceriaan, keramahan dan kebaikkan mereka akan segera kembali hadir di tengah-tengah lingkunganku berada. Aamiin...

#odopokt18
#30dwcjilid9
#day10
#squad5
Hapsari Adiningrum
Melihat Arfa kecilku tumbuh berkembang dimana aku adalah saksi pertamanya adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidup. Arbaca adalah segalanya, namun PemilikNya lebih utama. Memiliki tiga buah hati dan berharap dapat membersamai mereka hingga dewasa. Seorang ibu yang ingin selalu belajar tentang apapun sampai kapanpun.

Related Posts

Posting Komentar