header hapsari adiningrum

Merekam Jejak Sejarah Di Media Sosial

3 komentar




Hai teman-teman, apa kabar?. Jika pagi hari, aktivitas apa sih yang rutin kalian. Ada yang suka buka facebook dan sosial media lainnya begitu buka mata?. Kalau iya, toss dulu ah. Kegiatan ini seperti sudah jadi rutinitas sehari-hari ya. Kadang saya dapat mention dari teman yang berkomentar di status sosial mediaku pukul tiga dini hari lho. Jam segitu bagi beberapa ibu-ibu merupakan me-time yang paling nyaman karena tidak ada gangguan dari bocah dan pekerjaan rumah tangga yang lainnya belum memanggil untuk dikerjakan.

Setiap hari, rasanya aku selalu buka facebook. Karena ingin posting status, upload foto atau tak mau ketinggalan gossip terbaru dari berita yang dibagikan di facebook #eh. Buka facebook juga punya manfaat yang baik buat aku, salah satunya aku nggak ketinggalan info kalau Blogger Muslimah Indonesia mengadakan one day one posting di bulan Oktober ini. Kali ini aku mendaftar lagi dan semoga tantangan ini bisa memacu semangatku untuk menulis setiap hari. Seperti kata motivator dan juga penulis favorit aku bahwa menulis itu bukan bakat tapi suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan displin yang tinggi. Semoga bulan ini aku bisa menulis setiap hari dan menyelesaikannya dengan baik.

Selain menulis status, upload foto dan mencari informasi, ternyata facebook bisa untuk menyimpan kenangan dan membagikannya di masa yang akan datang lho. Ini jadi semacam merekam jejak sejarah di sosial media. Asyik ya jadi bisa mengingat apa yang pernah terjadi yang kita alami atau tulisan apa yang pernah kita rangkai untuk mengungkapkan perasaan pada saat itu. Asyik-asyik aja kalau kita bisa merekam jejak yang baik untuk kita kenang nantinya. Nah, aku ada tiga tips agar rekam jejak sejarah kita menjadi asyik di sosial media.

Pertama tulis yang tidak menyakiti hati orang lain. Saat sebal, kecewa atau marah pada seorang teman, rasanya ingin menuangkan kekesalan hati dan menulis tentang keburukkan teman tersebut. Namun setelah menulis saat emosi, tahanlah diri untuk tidak segera menekan tombol share. Tahan selama 30-60 detik, baca ulang tulisan tersebut. Adakah hati yang tersakiti saat membaca tulisan kita, jika iya maka kita bisa menghapus dan menuliskan untaian aksara yang lainnya.

Kedua, jangan terlalu sering mengeluh. Jadi nggak boleh mengeluh di sosial media?. Boleh kok, silakan saja. Nggak ada yang bisa melarang. Aku hanya menuliskan jang terlalu sering mengeluh. Sekali dua kali aku mengeluh tentang setrikaan baju yang menggunung, maka beberapa teman mungkin memberikan semangat dan tips cara menggosok baju agar cepat selesai namun tetap rapi. Esok harinya aku mengeluh tentang rumah yang berantakkan dan anak-anak yang membuat ulah di rumah, maka teman-teman akan menuliskan komentar “ Semangat ya mbak...” atau kata penghibur seperti “ Nggak papa, itu tandanya anak yang aktif” dan beberapa komentar serupa. Tetapi jika aku setiap hari hanya bisa mengeluh, tentu teman-teman yang membacanya akan bosan dan aku menjadi seperti orang yang tak punya rasa syukur. Setiap hari ada yang kerjaannya hanya mengeluh. Unfollow! Hehehe.

Ketiga dan ini aku persembahkan untuk diriku sendiri, bahwa merekam jejak diri di sosial media, semoga bisa menjadikan aku lebih dewasa dan bijak di masa yang akan datang. Bahwasanya aku pernah melalui sebuah peristiwa baik yang membuat aku senang atau sedih, marah atau bahagia, bersabar atau bersyukur semuanya pastinya mengandung sebuah pelajaran yang bisa aku hikmahnya.
Seperti halnya tepat hari ini, ketika aku membuka facebook aku menemukan sebuah status tepat setahun yang lalu. Saat itu aku sedang menjalani status sebagai janda selama 8 bulan. Namun aku sudah menerima beberapa sms yang tidak sopan, menghina dan melecehkanku. Saat itu aku merasa sedih sekali, namun beberapa teman memberikan aku semangat dan sebuah penghiburan untuk menanggapi sms seperti itu dengan kepala dingin. Lebih baik mengacuhkannya daripada menanggapi yang tidak ada manfaatnya. Hanya buang waktu dan tenaga saja serta membuat emosi memuncak. Hari ini, ketika aku melihat kembali kenangan di facebook, aku bisa membacanya dengan hati yang lebih lapang dan bisa tersenyum seraya aku bisa melewatinya.
Semoga bermanfaat.

Tulisan ini diikutsertakan dalam program One day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Hapsari Adiningrum
Melihat Arfa kecilku tumbuh berkembang dimana aku adalah saksi pertamanya adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidup. Arbaca adalah segalanya, namun PemilikNya lebih utama. Memiliki tiga buah hati dan berharap dapat membersamai mereka hingga dewasa. Seorang ibu yang ingin selalu belajar tentang apapun sampai kapanpun.

Related Posts

3 komentar

  1. Aku agak mengurangi bangun tidur langsung buka hape Mbak, kecuali udah kesiaangan aku malah buka hape hanya untuk cek sms dan wa, jangan-jangan ada sesuatu yang urgent. Betul banget, rekam sejarah di medsos juga perlu diperhatikan, karena sekali pernah kesebar gak mungkin hilang, meski udah di delete

    BalasHapus
  2. Aku juga menghindari tulis2 status yg gimana gitu, mba. Takut menyinggung orang yg baca sih

    BalasHapus
  3. Senangnya buka fb tuh itu.. suka diingatkan sama kenangan2 lama ya mbak :)

    BalasHapus

Posting Komentar