header hapsari adiningrum

(Cerpen Anak) Jangan Mencela Hujan, Nak.

1 komentar


Hari Minggu pagi yang Sejuk, suasana penuh kegembiraan menyelimuti keluarga Rara. Hari ini mereka berencana jalan-jalan keliling kota Semarang. Rara sudah tak sabar ingin keliling simpang lima sambil menikmati tahu gimbal, kuliner khas ibu kota Jawa Tengah ini. Sejak kemarin Rara sudah di kota Semarang bersama ayah dan ibu untuk memenuhi undangan pernikahan saudara ayah. Hari ini Ayah akan memenuhi keinginan Rara berwisata di kota kelahiran Ayah. Rara sangat bahagia dan antusias karena, setelah dua tahun berlalu, ayah mengajaknya kembali ke kota ini. Terakhir Rara mengunjungi Semarang saat berumur 5 tahun.

 “ Yuk Yah, kita berangkat sekarang” Rara menarik tangan ayah dengan rasa tak sabar. Ibu yang masih menyiapkan teh hangat lalu  berkata lembut “ Sabar ya sayang, ayah biar istirahat dulu dong”.  Rara lihat ayah sedang duduk di kursi dan nampak terlihat lelah. Rangkaian acara pernikahan dengan adat Jawa semalam memang padat dan panjang. Ayah yang menjadi wali nikah pernikahan adik perempuannya memang nampak terlihat lelah. “ Terus kapan dong bu, berangkat jalan-jalannya?” Rara bertanya setengah tak sabar. “Iya, setengah jam lagi ya, Nak” jawab ayah sambil menyeruput teh buatan ibu.

Setengah jam berlalu, sudah berkali-kali Rara memandang jam dinding yang seolah-olah bergerak lambat. “Ayo Yah, sudah setengah jam lho” Rara sudah tak sabar ingin menjelajahi kota Semarang agar bisa bercerita dengan teman-temannya saat kembali ke kota Padang nanti. Ayah dan ibu tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat polah putri tunggal kesayangan mereka. Baru saja melangkah ke teras, tiba-tiba awan mendung menggelayuti angkasa.  Cuaca akhir-akhir ini memang tak bisa dipredisi, baru saja cuaca sejuk berawan lalu tiba-tiba mendung. Tak lama kemudian disertai angin dan rintikkan gerimis. Mendung bukan hanya di langit, namun juga di wajah Rara. “ Duh, kok hujan sih, batal dong Bu, acara jalan-jalan kita” kata Rara lirih tak mampu menyembunyikan rasa kecewanya. “Gara-gara hujan nih, Rara nggak jadi menikmati tahu gimbal” Rara bersungut-sungut sambil menghentak-hentakkan kaki. Ibu yang mendengar perkataan Rara segera membelai rambut Rara dengan lembut.

“Jangan mencela hujan, Nak. Sesungguhnya hujan itu rahmat yang Allah berikan kepada umatnya” Ibu berkata bijak sambil tetap mengelus rambut Rara. “Ada keberkahan di dalamnya. Dengan hujan, tanaman akan mendapatkan air sehingga tidak kekeringan. Hewan yang kehausan juga tertolong dengan adanya hujan” Lanjut Ibu menasehati Rara . “Lebih baik saat hujan begini kita berdoa semoga hujan ini hujan yang bermanfaat” kata Ayah. “ Dan tidak boleh kita mencela hujan, karena mencela hujan sama saja mencela yang menciptakan hujan yaitu Allah Yang Maha Esa” lanjut Ayah menasehati dengan sabar. Rara memandang hujan dari balik jendela lalu mengucapkan doa yang baru saja diajarkan Ayah kepadanya. Rara menikmati hujan bersama kehangatan keluarga kecilnya. Ibu muncul dengan membawa susu hangat dan jajanan pasar tradisonal yang dibeli tadi pagi di pasar. Rara bersyukur dengan adanya hujan bisa bercengkrama dengan Ayah dan ibu yang sangat dicintainya.


#odopokt15
#30dwcjilid9
#day7
#squad5
Hapsari Adiningrum
Melihat Arfa kecilku tumbuh berkembang dimana aku adalah saksi pertamanya adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidup. Arbaca adalah segalanya, namun PemilikNya lebih utama. Memiliki tiga buah hati dan berharap dapat membersamai mereka hingga dewasa. Seorang ibu yang ingin selalu belajar tentang apapun sampai kapanpun.

Related Posts

1 komentar

  1. Nice sharing Mbak, bisa diceritakan ke anak saya kelak.. thank you :)

    BalasHapus

Posting Komentar