header hapsari adiningrum

Guri, Gurita Lincah Sang Penyelamat



Siang yang hangat dan sejuk, ditemani dengan arus laut yang bergerak pelan membuat ketiga sahabat kecil ini asyik bermain. Guri, Nanil dan Akoi duduk melingkar di teras rumah Nanil. Nanil sedang menggambar mobil, sedangkan Guri dan Akoi asyik membaca buru cerita. Sesekali mereka saling bercanda dan tertawa. Tiba-tiba Nanil berdiri dan tampak bingung mencari sesuatu. “ Aduh, pensil warnaku yang hitam dimana ya?” tanya Nanil pada dua sahabatnya. Akoi melihat sekelilingnya dan berusaha ikut mencari. “ Aku kok tidak menemukannya ya, memangnya tadi kau letakkan dimana?” kata Akoi. “Tadi juga masih ada di dekatku” jawab Nanil sambil mengangkat buku gambarnya, berharap menemukan pensil warnanya di bawah buku. Tapi Nanil tidak menemukan apa-apa. Guri masih asyik membaca bukunya dan tak menghiraukan kebingungan sahabatnya. “Guri, apa kau melihat pensil warnaku yang hitam, aku mau mewarnai roda mobil ini” tanya Nanil. “ Tidak” jawab Guri singkat tanpa menoleh. “ Ya sudahlah kalau begitu” kata Nanil sembari membereskan buku dan peralatan tulisnya. Hari beranjak sore, Akoi dan Guri bersiap akan pulang. Saat Guri berdiri, ternyata pensil warna milik Nanil ada di bawah lengannya dan patah jadi dua. Ketiga sahabat itu sama-sama terkejut, apalagi Nanil. Mata Nanil membesar, tampak tak percaya dan bibirnya melengkung ke bawah tanda ia bersedih. Guri juga tidak menyangka ternyata pensil warna yang dicari kedua sahabatnya ada di bawah salah satu lengannya. “ Maafkan aku Nanil, aku sama sekali tidak tahu kalau pensil warna itu ada disini” kata Guri terbata-bata. Nanil hanya diam dan memandang pensil warnanya yang telah patah, benda itu kesayangannya karena hadiah dari ayah. Akoi dan Guri segera pamit pulang karena hari sudah beranjak sore.

 

***

Minggu pagi yang cerah di rumah Akoi, tampak Nanil, Guri dan tentu saja ada Akoi sedang menikmati Bolu buatan ibu Akoi. Kue Bolu di piring ada 8 potong disajikan diatas meja untuk mereka. Guri sangat suka kue bolu. Rasanya yang manis dan lembut benar-benar lezat. Guri sudah memakan dua potong, sementara Nanil dan Akoi masih menikmati bolu pertama mereka yang belum juga habis. “ Hmm, bolu ini benar-benar enak ya” kata Guri dengan mulut penuh dengan kue. Akoi dan Nanil mengangguk-angguk tanda setuju. Guri hampir saja menghabiskan kue keduanya dan lengannya yang panjang sudah bersiap-siap akan mengambil potongan ketiga. Maka kue ketiga sudah berada di mulut Guri dan ia mengunyahnya dengan cepat. Sementara 3 lengannyanya sudah memegang bolu dan antre untuk masuk ke mulutnya. Nanil dan Akoi yang baru saja menghabiskan kue pertama mereka tampak kecewa karena di atas piring sudah tidak ada lagi kue bolu. “ Tadi ada 8 potong kue bolu, aku makan satu dan Nanil juga makan satu” kata Akoi. “ Iya nih, Guri makannya paling banyak, 6 potong!” balas Nanil dengan suara sebal. Guri terbatuk-batuk karena hendak bicara sementara masih ada sisa kue di mulutnya. “ Oh, iya ya, aku mengambil enam potong, kue bolu ini enak sekali” kata Guri sambil nyengir dan mengelus-elus mulutnya yang sudah selesai mengunyah bolu terakhir.

Minggu sore, setelah mandi dan wangi Guri berjalan riang menuju rumah Nanil. Hari ini mereka bertiga akan berkumpul disana dan Guri akan melanjutkan membaca buku cerita milih Nanil yang belum selesai ia baca. Guri sudah berada di di depan pintu. Ia melihat sepatu Akoi di depan pintu. Berarti Akoi sudah datang dan berada didalam rumah, pikir Guri. Ia mengucapkan salam. Tidak ada yang menjawab. Ia lalu mengucapkan salam dengan lebih keras dan masih saja tidak ada jawaban. Ia lalu mengetuk pintu dengan lengannya dan Nanil belum juga keluar untuk membukakan pintu. Guri berdiri beberapa saat di depan pintu. Ia yakin Nanil ada didalam rumah dan ada Akoi disana, tapi mengapa kedua sahabatnya itu tidak mau keluar. Guri akhirnya pulang dengan wajah tertunduk lesu. Sore ini ia hanya akan  menghabiskan waktu di rumahnya saja.

Sementara itu didalam rumah, Nanil dan Akoi yang mengintip dari jendela melihat Guri yang pulang dengan wajah lesu. “ Guri sudah pulang, kasihan dia tidak jadi bermain dengan kita” kata Akoi. “Huh, biar saja” kata Akoi. “ Aku sebal sama Guri, badannya yang besar dan merah itu sudah mematahkan pensil warnaku dan ia juga makannya paling banyak. Lengannya yang banyak itu bikin aku geli kalau dekat dengannya” lanjut Akoi. “Yuk Akoi kita lanjutkan membaca buku di dalam rumah saja” ajak Nanil. Akoi mengangguk.

Beberapa hari kemudian Nanil dan Akoi tampak sedang mengumpulkan rumput laut dekat rumah Akoi. Guri yang kebetulan lewat melihat kedua sahabatnya dan segera menghampiri mereka. “ Hai Nanil, hai Akoi sedang apa kalian” tanya Guri. “ Nanil diam saja dan masih berusaha mengambil rumput laut dengan mulutnya. “Kami sedang mengumpulkan rumput laut untuk membuat agar-agar” jawab Akoi. “ Wah, pasti seru sekali. Aku bantu ya, aku bisa dengan cepat mengumpulkan rumput laut dengan lenganku ini” kata Guri dengan semangat dan dia dengan cekatan sudah meengambil banyak rumput laut dengan lengannya yang berjumlah delapan. “ Tidak perlu” jawab Nanil dengan cepat. “ Kami bisa melakukannya berdua” ujar Nanil lebih lanjut.  Guri tampak kecewa lalu ia meletakkan kembali rumput laut. “ Ayo cepat Akoi, kita pulang ke rumahmu” ajak Nanil. Akoi kelihatan bimbang, ia menatap ke arah Guri dan merasa kasihan. “ Ayo Akoi!” seru Nanil untuk yang kedua kali. Akoi lalu menyusul Nanil dan meninggalkan Guri sendirian. Guri menatap kepergian kedua sahabatnya dengan wajah sedih. Guri sadar sekarang kalau kedua sahabatnya sudah tidak mau main lagi dengannya. Ia memandang tubuhnya yang merah, yang dengan 8 lengan. Walau masih anak-anak, sebagai seekor gurita tetap saja tubuhnya tumbuh dengan lengan yang banyak dibandingkan kedua sahabatnya yang seekor Ikan koi dan Kuda Nil. Guri bersandar di pohon dan memikirkan dirinya yang sekarang sendirian tidak memiliki kawan. Dan Guri pun tertidur di tepi hutan tidak jauh dari rumah Akoi.

Tiba-tiba Guri mendengar teriakan panik kedua sahabatnya. “ Tolong-tolong kami terperangkap!” teriak Akoi. Guri segera berlari menuju arah kedua sahabatnya. Dilihatnya kedua sahabatnya terperangkap jaring nelayan. “ Tolong Guri!” teriak Akoi. Dengan lengannya yang panjang dan banyak Guri dengan lincah memotong jaring dan mengeluarkan kedua sahabatnya. Nanil dan Akoi berlari memeluk Guri. Mereka tampak bahagia dan terharu. “Terimakasih banyak Guri, kau telah menyelamatkan kami” kata Akoi sambil terbata-bata menahan air mata. “Syukurlah, sekarang keadaan kalian baik-baik saja” kata Guri masih memeluk kedua sahabatnya. “ Kami juga minta maaf ya Guri, karena beberapa hari ini kami mengabaikanmu dan tadi kami ketus terhadapmu” kata Nanil. “Iya, maafkan kami ya, kau masih mau kan bersahabat dengan kami” tanya Akoi. “Tentu saja, kalian adalah sahabat terbaikku” jawab Guri dengan bahagia. Guri, sang gurita lincah telah memaafkan sahabatnya dan mereka saling memahami setiap kekurangan dan kelebihan yang masing-masing mereka miliki.

Hapsari Adiningrum
Melihat Arfa kecilku tumbuh berkembang dimana aku adalah saksi pertamanya adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidup. Arbaca adalah segalanya, namun PemilikNya lebih utama. Memiliki tiga buah hati dan berharap dapat membersamai mereka hingga dewasa. Seorang ibu yang ingin selalu belajar tentang apapun sampai kapanpun.

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar